Sulit tapi mestinya kulakukan

Aku berjalan menyusuri trotoar yang pada hari tertentu dipakai sebagai tempat menjajakan barang dagangan yang sering disebut sebagai ‘Pasar Kaget’. Hari itu aku memang berniat pergi ke sana untuk membeli papan catur yang mungkin dijual di sana. Alih-alih mengisi waktu kosong selagi libur.

Kususuri trotoar jalan yang memisahkan kampusku dengan tempat ibadah kaum muslimin yang akan mengadakan sholat jumat. Kulemparkan pandangan setiap sisi trotoar, seakan tak ingin kehilangan penjual barang yang kucari karena terlewatkan mataku. Kuperhatikan setiap penjual terutama penjual alat-alat perkakas. Tetapi tak kutemukan barang yang kucari. Kulangkahkan terus kakiku, hingga hampir di ujung trotoar. Aku tertegun melihat seorang tua yang duduk dengan memeluk kakinya hingga dagunya menyentuh lututnya.

Dia duduk termenung sambil memandangi barang jualannya, kumpulan amplop yang bercorak merah dan putih setiap sisinya tergeletak tak teratur pada karung yang ada di depannya.Yang membuatku heran adalah benda itu tidak ditawarkannya kepada orang-orang yang lewat seperti layaknya penjual yang ada di sepanjang trotoar itu. Dia menatap dengan pandangan kosong dan dan bagiku sepertinya tidak menghiraukan orang yang lalu lalang di depannya. Sesekali dia terbatuk-batuk, penyakit yang mungkin sudah diidapnya minggu belakangan ini.

Tak satu pun terlihat dari antara orang-orang yang lalu lalang di situ menanyakan barang jajaannya atau bahkan mungkin berniat untuk membelinya. Mungkin rasa iba yang timbul dalam diri mereka ketika melihat dirinya, sama seperti diriku yang ingin sekali mendekati dia tapi tak kulakukan. Sepertinya begitu berat untuk melakukannya. Ingin rasanya membeli barang dagangannya walaupun tak terlalu penting bagiku, tapi hal itu tak urung kulakukan dan aku terus melangkahkan kakiku berjalan hingga ujung trotoar. Sampai di ujung aku berpikir kembali dan aku mencoba kembali memperhatikan dia. Aku berjalan di tepi jalan trotoar yang penuh sesak dengan kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang sambil menanyakan barang-barang jajaan yang ditebar di sisi jalan. Sikap yang sama yang dilakukan Pak Tua itu dan sayangnya sikap yang sama juga kulakukan dengan Pak Tua itu, aku tak bertindak apa-apa selain memandanginya dengan perasaan ibaku. Aku meninggalkan ‘Pasar mingguan’ itu dan kuayunkan langkah ke arah kampus. Sambil terus berjalan, aku berpikir akan dunia dimana aku hidup, dunia dimana ada banyak hal yang terjadi dan aku mungkin hanya mengalami sedikut dari sekian banyaknya. Dunia dimana ada banyak perilaku dan banyak pola hidup.

Bagiku sulit melihat siapa yang salah dalam kehidupan Pak Tua itu sampai dia harus mengalaminya. Tetapi, yang pasti bagiku adalah aku belum mampu bertindak sebagaimana aku merasakan. Memang sulit melakukannya, tetapi semestinya aku bisa melakukannya. Ampunkan aku Tuhan karena tidak dapat melakukannya.

Salam
ARD

Diedit tanggal 17 Juni 2006

Advertisement
Categories: Sepenggal Kisah | Leave a comment

Post navigation

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a free website or blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: