Hello Friends,
It’s me again!
This time I want to share something unusual that happened on my facebook status. Not recently, but not to long ago. It began when I posted two line of sentences on my status page. Then, my friend added another line as a continuation of my first line and second line. It goes on and on, line after line and then it became some paragraphs that replied each other. It’s in Indonesian language but I bet you will understand it. hahaha..
I actually give it the title “Bersamamu tanpa kata” which is means “Together with you without words”. As an implication of situatin that I was having at that time I guess.
================================================================================================================
Bersamamu tanpa kata seakan dunia tanpa masa
Walau hati bergelut rasa mencari kata namun tiada
Angin telah membawa kata dalam kantung malam.
Bersama bulan yang menggantung anggun menghias langit, lagi, kau dan aku menatap kosong [masih] tanpa kata.
Namun hati dan tatap mampu mengejewantahkan rasa yang tak ter-eja dalam KATA
Kutatap bintang malam dalam keangkuhannya yang lama, kusapu gelap di antaranya seakan aku mampu berucap.
Lagi kau dan aku menatap kosong [masih] tanpa kata. Namun bisu ini akan mengungkap cerita yang tak akan hilang oleh kata
Sayup perlahan ku tarik pandang dari bulan yang [masih] menggantung anggun menghias semesta.
Ku sematkan sebentuk harap di ujung pintu hati yang kian renta.
Meski tatap berpaut tanpa kata, namun hati sibuk menenun kisah lewat untai benang malam dengan simpul cinta SANG PEMILIK MALAM
Kusambut angin sepoi malam dalam ribaan tanpa kata, lembut dia pun mengayun mengantar hati dan jiwa ke negeri jauh angan meraja.
Jauh, jauh, ke negeri dimana hati berteriak mengungkap kisah yang telah terjalin mesra dan jiwa bernyanyi mengiring mentari senja.
Kembali aku menatap putri tanpa kata, menyiratkan seuntai asa tuk dibawa ke negeri CINTA dan HARAP
Angin mengantarku bertemu CINTA, juga HARAP yang menyambutku dengan senyum tersungging merias wajah.
Berjalan dan mengitari taman hati seorang Jaka, dalam remang purnama.
Meski rindu menggelayuti mata hingga terkatup, dalam gelap jelas kulihat raut tampan yang sedari tadi menatap dalam tak berucap kata.
[Masih] tanpa kata, kau dan aku, ‘kita’ berpeluh rindu dalam selimut malam
Kuhapus peluh rindu yang menghias malam antara kau dan aku, lalu kusibakkan gelayut selimut malam tuk ganti rayuan pagi sang mentari.
[Masih] tanpa kata, kau dan aku. ‘kita’ bergandeng tangan merapat jari, menggenggam CINTA dan HARAP meniti hari, meraih mimpi.
Mentari sibuk mencumbu langit di singgasana.
Di bawah nya, meski [masih] tanpa kata, jari-jari kita berpagut, langkah kita merajut.
Mari, mari, kita menari memainkan simfoni hari di atas panggung mimpi.
Hingga nanti, saat mimpi dalam genggaman dan terangkatnya jiwa kita.
Awan pergi dan tak lagi menghias langit, seakan cemburu akan mentari yang mencumbu langit di atasnya, pun di bawahnya aku dan kau dalam kemesraan [masih] tanpa kata.
Mari, sekali lagi, mari lenggakkan langkah ikut irama simfoni hidup, berlari mengejar indah masa dimana mimpi telah jadi nyata.
Tuk kemudian tersenyum bahagia menatap langit [lagi] tanpa kata
Mengacuhkan arakan awan yang melamat di ujung semesta. Kita terus merajut langkah dalam kemesraan romansa merah jambu yang ditiupkan TUHAN.
Kau dan aku, ‘kita’ [masih] mengukir jejak menjemput mimpi di depan cahaya kotak berukuran 22 inchi.
Aku janji padamu, esok atau lusa kita bertemu di sini, di bawah payung cakrawala dengan membawa rajut mimpi yang telah terbungkus elok dalam kantung hati.
Tunggu sebentar, aku hendak membantu bulan bersolek, agar tampak molek di langit malam ‘kita’ nanti.
[Masih] tanpa kata, simpul senyum memagut hati menjelma cinta.
Tersadar aku tentang banyaknya saksi bisu akan kehadiran diam kita [masih] tanpa kata.
Tentang langit dengan bulan yang dirindu, juga mentari yang yang dinanti, pun bintang yang gemilang, serta awan yang menawan tak mau ketinggalan.
Semua telah menjadi saksi bisu kemesraan ini. Tapi aku tahu juga pun kau tahu, kalau ada SATU yang tak akan tinggal diam.
DIA akan selalu berbicara, padamu juga padaku, dalam hening, pun dalam riuh rendah setiap suasana ‘kita’.
Bahkan saat diam kita [masih] tanpa kata, DIA juga berbicara kepadamu juga kepadaku dalam bahasa CINTA tak terbatas.
Mari, seperti sebelumnya, dan juga seterusnya, [diam] tanpa kata, untuk mendengar DIA bicara tentang CINTA.
Cepat-cepat kubuka kelambu senja.
Kubiarkan tubuhku jatuh dari bantalan awan hingga membentur lapisan terbawah awan putih.
Sakit, tapi kusadar kerumunan langit, bulan, bintang dan mentari tengah menatapku penuh cemburu akan kemesraan ‘kita’ yang tercipta [masih] tanpa kata.
Rapat-rapat, kurapatkan tubuhku di sisi mu.
Aku takut, takut DIA berpetuah CINTA yang harus DIPENGGAL oleh tajam nya kapak budaya dan logika.
Takut, aku takut menyelami samudra hati yang kian menawan di pelupuk.
[Masih] tanpa kata, diam-diam ku kecup senja merah jambu tepat di atas dahi mu dan beranjak lalu.
[Masih] tanpa kata yang tak pernah ter-eja, meski hati berpagut kuat, meski langkah terajut elok, lirih kudengar CINTA tak seharusnya hadir di sini.
Sejenak aku tersenyum melihatmu pergi lalu, hangat kecupanmu perlahan hilang. Kututup senja kunaikkan dian tuk terangi malam.
Kembali aku ke peraduan malamku.
Kata yang tar-eja itu, CINTA dan juga HARAP akan terbang tinggi di langit malam ke negeri angan permainan KATA.
Sampai jumpa lagi, kuharap lain waktu kita bertemu lagi bukan [lagi] tanpa kata.
=================================================================================================================
Sometimes, I am amazed how the words come out easily from the brain and how easy it to play with them. On the other hand, we are struggling even to say a word of love.
What a life we have in the world that is unknown.
For the record, my friend whom I’m commenting each other is a girl, otherwise it would be awkward. 🙂
That’s all folks.
It’s me.