Kisah di lobi

Musim hujan membuat cuaca selalu dingin dan hampir setiap hari hujan. Boleh dibilang kalo matahari yang menampakkan diri sebentar saja untuk kemudian bersembunyi kembali di balik awan hitam yang terus mewarnai langit belakangan ini. Jadi setiap saat kita harus siap sedia dengan payung atau jas hujan jika perlu. Namun, seperti kebanyakan laki-laki aku merasa malas bawa-bawa payung kemana-mana. Aku hanya selalu siap dengan jaket yag memang kumaksudkan berfungsi ganda pada kondisi-kondisi seperti ini. Jaket untuk menghangatkan badan – karena musim hujan pasti membuat suhu dingin – dan juga untuk ’pengganti payung’ menghindari hujan.
Hari itu, aku selesai les bahasa inggris yang sedang kujalani sebagai persiapanku baik untuk dunia kerja ataupun nanti jika aku bisa kuliah lagi. Aku ingin segera pulang ke kontrakan dan segera istirahat. Hari itu, aku melakukan lumayan banyak aktivitas dan hasilnya aku cukup lelah. Tetapi, malang tak dapat diduga, aku harus menunggu di lobi gedung karena hujan. Walaupun aku selalu membawa jaket dengan dua fungsi, aku enggan untuk membuatnya basah kali ini. Alhasil aku menunggu hujan reda dan duduk di tangga lobi gedung dimana seorang lelaki juga sedang duduk merokok – mungkin untuk mengurangi rasa dingin karena dia tidak pakai jaket, hanya baju seragam keamanan untuk instansi itu –.
Sebagai pengisi waktu, aku mencoba untuk bincang-bincang dengan lelaki yang duduk disampingku – usianya sudah setengah baya, orangya kurus dan tangannya sedang memegang rokok yang berulang-ulang dimasukkan ke dalam mulutnya sembari mengeluarkan asap yang mungkin bisa mematikannya – . Aku mengawali percakapan kami dengan senyuman dan mulai berbasa-basi untuk mencairkan suasana. Semakin lama kami sudah mulai lancar berbicara dan dia menceritakan berbagai pengalamannya selama bekerja di tempat itu dan tempat sebelumnya.
Dia sudah mencatat lama bekerja di tempat itu sebayak 9 tahun, waktu yang tidak sedikit untuk menikmati pekerjaan sebagai petugas keamanan. Dia akan datang jam 6 pagi dan akan pulang jam 12 malamnya. Kemudian dia akan naik sepeda motor untuk pulang ke rumah – jarak tempuh kira-kira 1 jam – dan bertemu dengan anak dan istrinya.
”wah, tidak taku sakit Pak?” tanyaku sehabis dia bercerita demikian.
”yah, mau bagaimana lagi sudah menjadi pekerjaan begitu” jawabnya.
”Kita harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu” lanjutnya untuk menguatkan jawaban seblumnya.
Aku mulai membayangkan hari-hari yang dijalani dengan berbagai harapan yang diimpikannya. Sungguh suatu perjuangan yang berat.
Kemudian dia bercerita tentang pekerjaannya sebelumnya yang juga sebagai petugas keamanan di salah satu kelab malam di kota kembang. Tentu jam kerja yang berbeda dibanding dengan pekerjaannya yang sekarang. Di sana dia harus bekerja mulai sore hingga dini hari untuk kembali ke rumah dan istirahat. Akan tetapi yang membuatnya semakin berbeda adalah tanggung jawabnya, di kelab malam dia harus siap sedia dipanggil pemilik kafe untuk mengamankan pelanggan yang bermasalah. Artinya dia harus kuat secara fisik untuk menghindari kerugian bagi pemilik kelab – boleh di bilang dia sebagai bodyguard kelab –. Tapi menurut cerita dia, penghasilan yang diterima selalu lebih banyak ketimbang pekerjaannya yang sekarang. Itu diperolehnya dari para pelanggan yang baik hati memberikan tip atas pelayanan mereka, termasuk menyediakan bantuan bagi para pelanggan yang ingin ditemani oleh wanita. Tetapi, di akhir ceritanya dia mengatakan bahwa uang yang dengan mudah didapatkannya itu juga akan dengan mudah juga lepas dari tangannya.
Mungkin itulah yang menjadi alasannya untuk berpindah kerja 9 tahun yang lalu, meskipun dia mengatakan kalau dia tidak sekuat sewaktu dia pertama kali bekerja di kelab itu. Dia juga bekerja di kelab itu selama 9 tahun.
Hujan belum juga reda dan kami mulai asyik mengobrol, dia mulai bertanya tentang diriku dan memberi nasehat untukku. Nasehat supaya berjuang untuk hidup dan mengusahakan dengan sungguh setiap kesempatan yang diperoleh. Hal inilah yang mungkin mendorong dia untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi dan sudah bekerja di salah satu perusahaan swasta saat ini.
Aku mengagumi semangat lelaki itu dan mulai memikirkan hidup yang sedang kujalani. Mensyukuri apa yang sudah kuperoleh dan alami. Seperti lelaki itu juga yang mensyukuri hidup yang sudah dia jalani dengan perjuangan yang lelah dan menguras tenaga.
Akhirnya hujan reda, dia pun pamit untuk mulai bekerja lagi. Lalu aku beranjak pergi dari tempat itu untuk pulang ke rumah. Suatu pengalaman yang menarik menurutku. Tersimpan di dalam memori pikiran, tersebut dalam ucapan dalam cerita dengan teman, dan akhirnya tertulis di dalam lembar elektronik ini untuk kuceritakan kepada orang-orang.

Advertisement
Categories: Sepenggal Kisah | Leave a comment

Post navigation

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a free website or blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: